Sheila on 7: Malang untuk yang kedua kali

 Gila gila gila... harus berapa kali lagi aku mengalami kegilaan seperti ini. Bukan yang pertama namun sudah berulang kali aku mendapat pengalaman segila ini. Yap, menempuh perjalanan jauh, diuber waktu demi sebuah konser sheila on 7 adalah suatu hal yang biasa. Dan kali ini tak tanggung-tanggung, aku menempuh jarak Solo-Surabaya-Malang dalam sehari demi sheila on 7. Pukul 09.30 kereta besi membawaku pergi dari Solo menuju Surabaya, jam 14.30 aku tiba di stasiun Gubeng Surabaya, setelah ‘mbulet’ dan mampir di kos Winarti aku langsung menuju terminal Bungurasih. Di sana sudah ada Mas Adi yang telah sangat lama menungguku dengan sabar, haha.. bayangkan saja dia menunggu mulai dari dhuhur hingga magrib. Prok prok prok.... beri ‘applause’ untuk kesabarannya.

Jam 18.30 aku menemuinya di terminal, tanpa basa basi -hanya sedikit meminta maaf- kami langsung menuju Malang. Di dalam hati terasa was-was takut kalau sampai di Malang hanya kebagian dua lagu dan konser selesai. Selama perjalanan aku tak henti membaca sholawat dan doa agar selamat sampai TKP, tiada halangan sedikit pun, dan diberi kelancaran dalam berkendara. Mataku terus melihati papan-papan penunjuk arah ke Malang dan alamat di mana aku berada. Memasuki daerah Pangandaran udara malam dingin mahkota perjalananku, terasa menusuk tulang yang hanya berbalut kulit tanpa daging ini. Teman-teman Sheilagank Malang berkali-kali menanyakan posisiku di mana, sampai Malang jam berapa, dan bla bla bla. Hati terasa tenang ketika sampai di kota Malang jam 20.45, sms teman yang mengatakan bahwa sheila on 7 belum mulai membuatku merasa lega.

Karena tak tahu di mana Grha Cakrawala, kami bertanya pada orang-orang sekitar, entah sudah berapa manusia yang kami tanyai. Dan hasilnya adalah, kami berhasil menemukan tempat bersejarah itu. Yeeeeyyyyyyy..... huraaayyyy....   

Si Paijo dan Udin, teman dari Solo yang sangat risau menanti kedatanganku terlihat berdiri di depan gedung yang sudah mulai sepi lantaran para penonton sudah lama memasuki gedung itu. Juga ada Mas Rizal Bojez yang katanya juga baru datang. (Aku pangling rupane mas iiki berubah, bar cangkok irung yak’e). Setelah melepas lelah sejenak, kami langsung memasuki gedung yang tidak terlalu penuh itu. Suara gemuruh teriak para penonton meramaikan malam itu. Dan di sela-sela teriakan mereka, ada satu suara yang memanggil namaku. Aku menoleh pada asal suara itu, dan rupanya sang ruan rumah, si Sandy berserta keluarga sedang santai di belakang. Aku menyalami mereka dan mengobrol sebentar. Tak terlalu lama menunggu, akhirnya yang dinanti pun terlihat. Ini dia SHEILA ON SEVEN. Backsound khas mengiringi kemunculan satu persatu personel band yang telah 18 tahun berkiprah ini.

Sekian lagu dinyanyikan (sorry gak ngitung, kan aku penikmat sheila’s song bukan matematikawan). Satu hal yang sangat membuatku histeris adalah ketika intro lagu ‘Waktu yang Tepat Tuk Berpisah’ dimainkan. Sayang hanya intro tanpa lagu penuh. Jika saja lagu ini dinyanyikan penuh dari awal hingga akhir, mungkin Mas Rizal sudah babak belur. Hahaa... sorry yo, Mas, reflek, gak sadar. Mungkin karena lagu ini tak pernah dinyanyikan ketika konser, maka nada yang dimainkan Eross terasa mengaktifkan syaraf kejutku.  Aku suka, aku hanyut, aku terkejut pada setiap nada dalam lagu ini.

Berteriak sudah, bernyanyi sudah, menyapa sudah, melompat ke penonton sudah, maka tibalah waktu yang tepat tuk berpisah. Konser harus berakhir, euforia malam itu pun mesti usai. Aku ke luar, menuju stand merchandise. Di sana bertemu dengan teman-teman Sheilagank Malang ‘melintang’ yang belum sempat bertemu sejak aku tiba di Malang. Kami bertegur sapa, mengobrol, berfoto, dan ah yaa itulah... keharusan yang mesti dilakoni saat ada konser. Namun sayang, satu orang yang masih kucari dan belum kudapati dia, satu orang yang katanya mau mentraktirku bakwan kawi, satu orang yang beberapa hari sebelum ini sangat ingin kutemui, satu orang yang jika disebut namanya pasti kalian mengetahui dia, Mbak Gety Purwaningsih, hahahhahaaaa.... tak pernah aku menyangka bahwa aku gagal bertemu dia untuk yang kesekian kali. Apa penyebabnya, hemm... sebenarnya sangat berat untuk menceritakan ini, karena hanya akan membuat kecewa. Membuka luka lama yang belum sembuh betul, ckckkkckckckc.... *hiperbolis.

Jadi ceritanya, malam setelah konser aku mendengar gosip bahwa dia tak jadi menonton karena suatu hal, maka saat itu aku merasa hopeless alias putus asa. Kupikir dia sedang menangis di rumah karena tak bisa menonton sheila on 7, maka aku tidak mengabari atau bertanya padanya. Itu yang ada di bayanganku kala itu. Aku mencoba mendamaikan hati, mungkin lain kesempatan aku bisa bertemu dia. Beberapa saat setelah itu, ketika aku menunggui mas-mas sheila on 7 di hotel ada yang bilang kalau Mbak Gety Purwaningsih menonton konser itu dan baru saja berpamitan hendak pulang ke rumah. Baru saja, sekitar sepuluh atau lima menit yang lalu. Terdiam, tertegun, berkata dalam hati, “ada ya cerita seperti ini?”. Tuhan memang belum menjodohkan kami untuk bertemu. Ya ya, aku simpulkan bahwa memang kami belum berjodoh. Semoga lain waktu bisa berjumpa ya tante.

Opo maneh rek sing ate tak ceritakno, aku kok kesel ngedumel. Hahaa.. yowes tak sopo ae makhluk-makhluk sing tak temui ng konser 2 Oktober 2014 iki.

Ruller, Mbak Nofi & adhine, mas Tude, Indra, Panda, Ryry, Fitria, Afif & konco narsise sopo jenenge? Samsul, Lisa, Mas Themal, Mas Prima, Jimy, Tuyul Oki, Kolor Ijo Hendra, Mega, Bu Asfi, Bintang, Bulan, Matahari, Venus, Feri, Mbak Gety Purwaningsih, Sandy, Mas Rizal, Jo, Udin, Mas Adi, aduh sopo meneh yo?

Aku cuma mau bilang, terima kasih sudah mau jadi temanku. Terima kasih sudah mau baca, i love you all.  

 

*catatan iseng ini ditulis di Solo sambi smsan, bahasa berantakan, maksa untuk jadi tulisan, dan yang pasti diiringi lagu sheila on 7, sepuluh hari setelah konser. 12/10/14. 10.50 PM. NA

0 komentar:

Posting Komentar

Niken Ayu. Diberdayakan oleh Blogger.