Resensi Film Ambilkan Bulan

source : google.com
Menonton film ini membuatku melihat kembali pada sejarah sekaligus menatap masa depan, Ambilkan Bulan telah berhasil membuatku bernostalgia pada masa kanak-kanak yang penuh dengan permainan bersama kawan-kawan.

Anak-anak yang memang dikodratkan untuk menghabiskan waktunya untuk bermain, anak-anak yang memang seharusnya menikmati hari-harinya yang menyenangkan dengan kawan-kawannya. Namun tidak dengan Amelia, tokoh pada film ini. Ia tumbuh dan besar pada lingkungan keluarga kaya, bisa bersekolah di sekolah kelas internasional, tinggal di apartemen, dan difasilitasi berbagai macam alat teknologi sebagai perwujudan dari manusia modern. Kesehariannya setelah sekolah dihabiskan di depan laptop, berkomunikasi dengan teman mayanya. Sebagai anak yang terbilang kurang perhatian dari orang tuanya ini maka tak heran jika pada akhirnya Amelia harus mencari sendiri teman yang dapat menemaninya.

Meski film ini merupakan
film yang ditujukan pada anak-anak namun film yang disutradarai oleh Ifa Iswansyah ini dapat ditonton juga oleh para orang tua, karena pesan yang tersirat pada film tersebut bahwa sebagai orang tua adalah kewajiban untuk memperhatikan anak-anaknya, memberikan kasih sayang yang mereka butuhkan sepenuhnya. Jangan sampai pekerjaan terlalu menyita waktu kebersamaan dengan keluarga.

Amelia rindu akan hal itu, lebih-lebih setelah ayahnya meninggal. Maka pada saat libur sekolah ia memutuskan untuk pergi ke rumah nenek dan kakeknya yang terletak di kaki gunung. Di sini Amelia dapat merasakan kehidupan alam yang alami, segala pemandangan yang indah-indah dapat ia temukan di gunung tersebut. Amelia dapat melihat dan bermain dengan kupu-kupu biru yang pernah diceritakan oleh Ambar, saudaranya, melalui facebook.

Juga aku yang tak mampu menahan tawa saat menyaksikan Kucunk yang berbicara dengan bahasa khas Jawa Tengah dalam film ini. Dan beberapa percakapan dalam bahasa Jawa membuat film ini terlihat natural khas suasana pedesaan sebagaimana mestinya.

Tanpa disadari, air mataku berkali-kali menetes menyaksikan adegan-adegan mengharukan pada film ini. Pada saat Amelia merasa kesepian, pada saat ia ditemani oleh banyak teman-temannya pada malam hari di rumah Ambar, juga ketika film ini selesai. Mendengar dan melihat Sheila on 7 turut memeriahkan film ini. Suara Duta dan kolaborasi musik dari Adam, Eross, dan Brian membuatku terharu. Aku bangga pada Sheila on 7.

Namun seperti halnya karya seni pada mestinya, sebuah film juga memiliki kekurangan. Ada satu bagian yang menurutku sebagai kejanggalan yakni bagaimana mungkin Amelia tidak diperkenalkan kepada kakek dan neneknya, bagaimana mungkin ketika ayahnya meninggal kakek dan neneknya tidak datang melawat. Sesibuk apapun, sesulit apapun, sejauh apapun, dalam kehidupan yang normal harusnya ada kesempatan bagi kakek dan nenek Amelia untuk bertemu dan mengenal cucunya, Amelia.

Bagiku secara pribadi, film ini patut untuk ditonton oleh semua anak-anak dan para orang tua agar lebih memperhatikan anaknya dan memberikan kasih sayang kepada mereka sebagaimana mestinya. 

0 komentar:

Posting Komentar

Niken Ayu. Diberdayakan oleh Blogger.