Sedikit Cerita Tentang Kerja



Ternyata melelahkan ya? Hari pertama kerja, rasanya seperti dihujani banyak informasi yang membuatku mabuk. Pertama, aku belum tahu banyak tentang tujuh produk yang tentu memiliki kelebihan dan karakteristik masing-masing. Ada penjelasan masing-masing yang aku bener-bener gak tahu apa-apaan itu. well, aku pun disuruh bikin blog, nah di blog itu aku diperkenankan bahkan dipasrahi untuk ‘mengopeni’ blog sebagus mungkin. Bagus dari segi visual maupun konten. Sebuah PR yang sangat luar biasa menantang. Apalagi kalau dilihat ini adalah blog yang sangat baru, ibarat anak ialah bayi yang baru lahir, masih polos dan belum tahu apa-apa.
Karena aku bego, maka bergurulah aku pada Mbah Google yang sangat pinter. Jadi ceritanya, tadi di tempat kerja aku bukan bekerja tapi belajar, gak keren juga belajarnya, belajar ngeblog. Payah ya? Ya habis gimana lagi, lha wong selama ini aku ngeblog sekedarnya aja, alias gak terlalu banyak menampilkan konten yang mengganggu, karena jujur saja aku sih risih kalau di blogku itu terlalu banyak ornamen. Bikin pusing, ribet. Haha...

Lirik Sheila on 7: Lapang Dada with Rapp

Apa yang salah dengan lagu ini?
Kenapa kembali kumengingatmu?
Seperti aku bisa merasakan
Getaran jantung dan langkah kakimu
Kemana ini akan membawaku?

* Kau harus bisa bisa berlapang dada
Kau harus bisa bisa ambil hikmahnya
Karena semua semua tak lagi sama
Walau kau tahu ia pun merasakannya.. ahaaa...

Di jalan yang setapak kecil ini
Seperti kumendengar kau bernyanyi
Kau tahu kau tahu
Rasaku juga rasamu.. uhuu...

* Kau harus bisa bisa berlapang dada
Kau harus bisa bisa ambil hikmahnya
Karena semua semua tak lagi sama
Walau kau tahu ia pun merasakannya.. ahaaa...

Kemana ini akan membawaku?
Aku takkan pernah tahu

* Kau harus bisa bisa berlapang dada
Kau harus bisa bisa ambil hikmahnya
Karena semua semua tak lagi sama
Walau kau tahu ia pun merasakannya.. ahaaa...


Rapp :
Selagi kubisa bertemu denganmu
Kusia-siakan semua waktuku
Aku terhanyut dengan impianku
Tinggi meninggi tak bisa kembali
Aku tak tahu bagaimana caranya
Membuka pembicaraan denganmu
Aku tersesat kamu tersesat
Banyak hal yang belum kau ceritakan

Mengirim cahaya untukmu.

Resensi Film Ambilkan Bulan

source : google.com
Menonton film ini membuatku melihat kembali pada sejarah sekaligus menatap masa depan, Ambilkan Bulan telah berhasil membuatku bernostalgia pada masa kanak-kanak yang penuh dengan permainan bersama kawan-kawan.

Anak-anak yang memang dikodratkan untuk menghabiskan waktunya untuk bermain, anak-anak yang memang seharusnya menikmati hari-harinya yang menyenangkan dengan kawan-kawannya. Namun tidak dengan Amelia, tokoh pada film ini. Ia tumbuh dan besar pada lingkungan keluarga kaya, bisa bersekolah di sekolah kelas internasional, tinggal di apartemen, dan difasilitasi berbagai macam alat teknologi sebagai perwujudan dari manusia modern. Kesehariannya setelah sekolah dihabiskan di depan laptop, berkomunikasi dengan teman mayanya. Sebagai anak yang terbilang kurang perhatian dari orang tuanya ini maka tak heran jika pada akhirnya Amelia harus mencari sendiri teman yang dapat menemaninya.

Meski film ini merupakan

PARMAN

Matari jam 12.15 begitu terik membakar kulit siapa pun yang berada di bawah pancaran sinarnya. Para raja jalanan terus berlalu-lalang, menyibak ramainya jalan, juga merasakan panas matari siang bolong ini. Seorang ibu setengah baya yang sedang menggendong bakul di punggungnya terlihat meringis menahan panas dan juga lelah telah menempuh jarak berkilo-kilo. Pak polisi sibuk dengan peluitnya, mencoba menertibkan jalan seperti yang telah biasa ia lakukan. Anak-anak berwajah dekil, berkulit hitam, dan memiliki rambut yang seolah tak pernah disisir itu menyanyikan berbagai macam lagu sambil memelongokan mukanya pada kaca mobil yang terbuka, berharap ada recehan yang dapat mereka bawa pulang.

PRIA YANG DITEMBAK

Mataku masih terpejam. Terdengar sayup-sayup suara mereka mulai masuk satu per satu. Yang satu memanggil nama K, lalu suara kendaraan tak henti-hentinya mengisi jalanan. Suara kipas angin di pojokan juga masih berputar, masih sama sayup-sayup. Anginnya terasa menyejukkan ruangan yang pengap ini. Panas, matahari begitu menyengat di luar sana. Barangkali di seberang jalan di luar sana ada seorang penarik becak yang tersengat oleh panasnya. Atau pengamen-pengamen jalanan, yang memainkan alat musik yang hanya terbuat dari ‘kempyeng’, juga berjubel dengan panas ini. Semua berseru ‘panas’. Memang panas, sangat panas. Semua seperti sedang mengutuk panas matahari ini.
Telepon tiba-tiba berdering, suaranya terdengar ke semua ruangan, mulai dari puncak gedung hingga lantai basement, semua mendengar dering telepon. Di toilet-toilet kantor, eskalator-eskalator, orang yang ada di dalamnya mendengar suara telepon itu.

Niken Ayu. Diberdayakan oleh Blogger.