>>>> Area Opening (gak penting)
Ini adalah konser keXX yang penah kutonton. Akhirnya kembali
lagi mengunjungi GOR UNY setelah sekitar dua tahun tidak ke tempat ini untuk
menonton konser dan dua kali membatalkan diri untuk bersenang-senang dengan
kawanan Sheilagank. Ketika waktu menunjukkan pukul 19.00, suasana masih sepi,
mungkin karena memang masih jam tujuh. Tapi antrean parkir cukup panjang meski
tidak sampai keluar gerbang depan. Aku ada diantara mereka. Kulihat sekeliling
ada banyak anak-anak yang mengenakan kaos merchandise Sheila on 7, yaps
merekalah Sheilagank, namun sayang aku tak mengenali mereka. Selesai parkir aku
menuju stand merchandise karena akan
bertemu dengan kawan-kawan di sana untuk banyak urusan seperti pengambilan
tiket, just say hello, beramah-tamah,
dan jadi calo tiket.
Yang terakhir ini (jadi calo tiket). Jujur saja aku tak
punya keahlian untuk urusan seperti ini, namun keadaan memaksaku. Ada lima
tiket yang tersisa (sayang banget kan?), maka aku menuju loket untuk mencari
mangsa. Loket terlihat sepi, padahal biasanya selalu dipenuhi antrean. Aku
melihat tiga kakak-kakak yang sepertinya membutuhkan tiket, maka aku, Mbak
Atin, dan Edy Jack pun menghampiri kakak-kakak itu. Aku berkata pada mereka
bahwa aku jual tiket, namun mereka tidak percaya dan mungkin menganggap bahwa
kami adalah calo. Aku pun bersumpah-sumpah di hadapan mereka dan mengatakan
bahwa aku anak Sheilagank, ada beberapa temanku yang batal menonton jadi
tiketnya sisa. Kakak-kakak itu pun percaya dan mau membeli tiketnya tiga. Baik,
sukses terjual tiga, yang dua entahlah bagaimana nasibnya, karena aku harus
berlari ke lain tempat untuk mengurus anak yang lain.
Satu, dua, tiga, empat, lima, enam, sebelas anak sudah
kutemui untuk mengambil tiket dan dua puluh sembilan tiket di tanganku sudah
berada pada pemilik sahnya. Tersisa dua tiket, satu untukku dan untuk si Udin
satu. Jam sudah menunjukan pukul delapan lewat, tapi dia belum nongol.
Teman-teman Sheilagank Solo Pandawa Lima sudah masuk ke GOR. Aku masih menunggunya
beberapa saat, lalu ada SMS dari Udin bahwa aku disuruh masuk dahulu, karena
motornya macet di jalan.
Sebelum masuk ke dalam kami tentu harus melewati proses
pemerikasaan. Berdua saja dengan Mbak Puri, kami masuk dengan lancar tanpa mengantre
karena jam ramai sudah lewat. Namun, ada satu insiden di sini. Aku dan Mbak
Puri sempat terlibat debat sengit sekitar tiga menit. Begini cuplikannya.
Salah satu kakak panitia bertanya “Bawa kamera gak, Kak?”,
“Bawa” jawabku
“Kalau begitu, kamera tidak boleh dibawa, Kak”
“Hah? Kenapa?”
“Peraturannya gitu, Kak”
“Iya tapi kenapa?”
“Peraturannya gitu, Kak, ya kami menurut”
“Iya, tapi kenapa harus ada alasannya dong”
“Kak, kalau mau kameranya bisa ditipkan ke panitia atau
ditaruh dalam jok motor saja, pokoknya kamera itu gak boleh dibawa”
“Motorku parkir jauh, ogah kalau harus jalan ke sana, kalau
dititipin panitia hilang siapa yang mau tanggung jawab?”
“Maka dari itu, Kak, ditaruh jok saja”
“Emang kenapa sih gak boleh dibawa masuk, gak aku pake
motret kok, kameraku ini jelek kalau buat motret di kondisi kurang cahaya”
“Ya pokoknya gak boleh dibawa, Kak”
Mungkin karena tak sanggup meladeniku, kakak satu ini
memanggil partnernya. Debat sengit masih berlanjut dan aku masih ngeyel. Kakak
dua angkat tangan dan memanggil kakak tiga. Debat masih berlangsung.
“Kenapa gak boleh dibawa masuk kalaupun hilang aku yang
tanggung jawab, asalkan dia bisa kubawa masuk, daripada harus kutitipkan dan
nanti kenapa-kenapa?”
“Kak, blitsnya itu mengganggu”
“Gak aku pake motret di dalem, sumpah” Ini kali kedua aku
bersumpah pada malam itu. Lagipula memang aku jarang motret konser karena
kameraku buruk hasilnya jika dalam keadaan kurang cahaya.
“Gak bisa, Kak, gak boleh pokoknya gak boleh”
Aku lelah berdebat dengan mereka, aku terdiam, lalu keluar
karena tak tahan. Sampai di luar otak kancilku mulai berpikir, mencari cara
agar aku dan kameraku bisa masuk. Taraaaam... dapat ide cemerlang. Jadi,
pssssstttt.... (rahasia, buat yang pengen tau bisa inbox). Akhirnya aku, Mbak
Puri, dan si kamera masuk. Yes, puaaaaaasssss..... bahagia..... gembira bisa
ngancilin panitia. :P
Aneh juga sih kalau ada peraturan seperti ini, gak boleh
motret karena blits mengganggu. Kalau itu alasannya bikin aja peraturan boleh
motret tapi blits dimatikan. Lagipula, memotret panggung dengan bantuan blits
itu hasilnya jelek, karena cahaya panggung dan blits bertabrakan. Andaipun gak
boleh motret, apa kabarnya dengan handphone berkamera? Peraturan seperti ini
menurutku sangat tidak fair, mencederai
hati penonton yang ingin mengabadikan momen bahagia bersama idola.
Setelah itu, masuklah aku ke dalam dan bergabung dengan
gerombolan SGPL.
>>>> Area Sheila on 7 (sangat penting)
Konser kali ini berbeda dari beberapa konser yang telah
kutonton. Beberapa hal yang membedakannya yaitu pertama jam manggung, kedua lagu
yang dibawakan, ketiga sheila on 7 bukan satu-satunya guest star malam itu, dan
keempat suasana konser. Mari diulas satu persatu.
Pertama jam manggung, jika biasanya sheila on 7 tampil di
atas jam 22.00 kali ini mereka manggung jam 21.00. Ada dampak positif dan
negatif konser dimulai jam 21.00, positif adalah untuk teman-teman yang jarak
rumahnya jauh dari Jogja alias Sheilagank luar kota bisa lebih awal pulang
sehingga tidak larut pagi. Negatifnya adalah, untuk mereka yang mungkin jadwal
kerjanya hingga jam 21.00 tidak punya kesempatan untuk menikmati lagu sheila on
7 secara live malam itu. Salah satu korban yang terkena akibat negatif itu
adalah si Udin, yaps, dia datang ke TKP jam 21.45, hanya kebagian dua lagu
terakhir.
Kedua, lagu yang dibawakan. Mengejutkan, adalah ketika sang
maestro, gitaris andalan Eross Candra mengganti gitar elektrik dengan gitar
akustik dan mulai memainkan intro Radio.
Mungkin ini kali pertama aku mendengar lagu Radio
dibawakan secara akustik. Jika biasanya Radio
dimainkan dengan tempo keras dan membuat jingkrak-jingkrak, irama akustik
yang kalem ini menggoda untuk bergoyang. Sesuatu hal yang asik, aku selalu suka
dengan inovasi yang mereka berikan ketika konser, tidak memainkan musik yang
itu melulu, seolah tak ada bedanya menonton konser kemarin dan esok hari. Juga
seperti halnya kasus lagu Terima Kasih
Bijaksana yang dibawakan dengan tempo kalem dan sangat berbeda dari segi
musik dengan rekaman asli. Hal-hal seperti inilah yang asik dan membuatku tak
bosan tak jemu tak jera tak kapok untuk datang lagi mengeluarkan uang untuk
tiket lagi meluangkan waktu untuk bernyanyi lagi berdesak-desakan dengan banyak
orang lagi, demi sebuah suguhan yang mengejutkan.
Selain lagu Radio
yang dibawakan secara akustik, kejutan berikutnya adalah. Eng i eng... apa
yaa?? Kasih tahu gak yaa?? Emm... sebenarnya ini bukan rahasia, jadi untuk apa
aku merahasiakannya?? Tapi karena suatu hal dan menyangkut kepentingan orang
banyak maka aku harus merahasiakannya. Maaf ya..
Hahahaaa.... gak kok bercanda ceman-ceman.. hal yang membuat
konser ini BEDA adalah, kau tahu ... kau tahu rasaku juga rasamu.. uhuuu...
yaps... Lapang Dada dinyanyikan. Aku
yang sedang berada di luar GOR waktu itu karena lagi-lagi masih bersangkut paut
dengan si Udin (ngurusin bocah yang satu ini nih), mendengar dari luar koor penonton yang menyanyikan lagu ini.
Menakjubkan, mereka sudah hafal lagu tersebut, padahal baru satu bulan rilis di
radio dan baru tiga hari video klipnya
lanching di youtube. Tapi
ngomong-ngomong, tidak cuma Lapang Dada
yang dibawakan, Satu Langkah ciptaan Eross, dan Buka Mata Buka Telinga ciptaan Duta juga dinyanyikan.
Pada kesempatan kali ini tak lupa Duta menyapa para penonton
dengan gayanya yang khas dan di sela-sela sapaannya ia mengatakan bahwa kalau
kemarin-kemarin, di show sheila on 7, kami janji-janji album akan rilis
sekarang albumya sudah rilis. “Wooooooooooo” teriak para penonton membalas
ucapannya.
Ini list lagu yang dinyanyikan dalam konser semalam ===> Betapa, Seberapa Pantas, Mudah Saja, Sahabat Sejati, Radio (akustik), Sebuah
Kisah Klasik, Melompat Lebih Tinggi, Lapang Dada, My Lovely, Buka Mata Buka
Telinga, Pria kesepian, sisanya aku lupa.
The next alias selanjutnya. Hal ketiga yang membuat konser
kali ini BEDA adalah, tidak hanya Sheila on 7 yang menjadi guest star, tapi ada
Jikustik dan Kotak yang meramaikan GOR UNY malam itu. penampilan pertama adalah
Jikustik, disusul sheila on 7, dan terakhir kotak. Semua kebagian jatah main
satu jam. Maka karena hal itulah penonton yang datang bukan hanya Sheilagank
namun ada kerabat kotak dan fans jikustik (jenenge opo to? Ramudeng nde). Meski
berbeda aliran tak ada kericuhan terjadi, semua berjalan lancar, damai, dan
saling menghormati. Bahkan ketika aku akan pulang, ada salah satu kerabat kotak
yang menyapa dan mengatakan “Salam” sambil melambaikan tangannya. Aku membalas
dengan lambaian tangan lalu melesat dengan motor pelan.
Suasana konser. Hal yang menjadi bagian terakhir dari ulasan
konser semalam pun sayang untuk dilewatkan. Maka, penting gak penting luangkanlah
waktu untuk menyimaknya.
Suasana konser kali ini menurutku sepi. Kursi tribun maupun
VIP banyak yang kosong, begitu juga dengan festival yang tidak sepadat dua
tahun lalu. Beberapa hal yang dapat menjadi penyebabnya menurutku pertama guest
star, kedua harga tiket, dan ketiga publikasi. Jika sebelum pertunjukan aku
mengira bahwa suasana akan sangat ramai, lebih ramai dari biasanya, semalam
yang terjadi adalah sebaliknya. Karena jika dipikir dengan logika, ada tiga
band yang perform di mana masing-masing band pasti memiliki penggemar yang
banyak dan pasti datang. Tentu itu akan membuat penuh sesak GOR UNY. Memang
hari adalah misteri yang tidak bisa dipastikan, prediksi pun berpotensi
meleset.
Faktor kedua, harga tiket bisa memengaruhi minat penonton,
jika biasanya harga tiket presale untuk festival adalah 20.000-35.000 ribu, maka
kemarin harganya di atas harga biasa yaitu 40.000. Sedangkan tiket kelas tribun
60.000 dan VIP 80.000. Sementara untuk on the spot festival 60.000, tribun
80.000, dan VIP 125.000. Mungkin bagi sebagian orang yang memiliki tingkat
pengeluaran cukup tinggi harga bukanlah masalah demi sang idola, tetapi bagi
pelajar harga tentu menjadi faktor yang sangat penting untuk mengambil
keputusan.
Faktor terakhir adalah publikasi. Beberapa kali aku mengecek
timeline twitter #infojogja atau radio, dan sejenisnya aku sama sekali tidak
menjumpai tweet tentang konser ini. Begitu pun di jalan-jalan, tak ada spanduk,
poster, atau baliho iklan konser tersebut. Kurangnya publikasi pun bisa menjadi
penyebab kurangnya kesadaran masyarakat yang berimbas pada sepinya penonton.
‘Sepi’ di sini tentu diartikan sepi jika dibandingkan dengan konser serupa
beberapa waktu lalu di GOR UNY.
Well, bagaimanapun keadaan dan situasi konser semalam,
bagiku tetap menyenangkan. Meski jujur saja aku belum puas, mungkin akan merasa
puas jika mereka membawakan 30 lagu. Hahaa... namun, kejutan-kejutan lagu baru
itu cukup membuat rindu semakin rindu. *bukan semakin terobati. Semoga kita
bisa berjumpa di lain kesempatan. Amin.
>>>> area Sheilagank (penting)
Jika menonton konser sheila on 7 otomatis akan berjumpa
dengan backup singer sheila on 7, si Sheilagank. Ini menjadi kesenangan
tersendiri, karena hanya jika ada konser sheila on 7 Sheilagank dari berbagai
daerah bisa berjumpa di dunia nyata. Jauh-jauh hari sebelumnya tentu sudah terjadi
komunikasi akan menonton bersama mereka.
Aku koar-koar di facebook untuk urusan tiket, dan syukurlah
ada Gigih yang baik hati yang pada seketika itu juga menginbox facebookku dan
bersedia untuk membelikan tiket. Awalnya aku memesan dua tiket, untukku dan
Mbak Atin. Namun aku tiba-tiba kepikiran dengan teman Sheilagank Solo Pandawa Lima.
Aku pun mengabari mereka hasilnya dari dua tiket yang kupesan berganda menjadi
31 tiket. Oke, 31 tiket festival dipesan dan dibayar lewat transfer tunai fix
selesai.
Tiba-tiba saja aku teringat pada teman-teman Sheilagank
Jogja yang dulu kukenal dan selalu kutemui ketika ada konser seperti Toni,
Kiki, dan Jova, yang belakangan sangat jarang bahkan tidak pernah kujumpai
lagi. Namun, ada teman-teman Sheilagank Jogja lain yang seolah menggantikan
mereka atau sebutlah sebagai regenerasi. Aji, Aya, Gigih, Mas Alwi, Karlan.
Dari sini aku semakin ingin menambah teman dan terus memperbaruinya. Tak hanya
untuk Sheilagank Jogja, Sheilagank kota lain pun aku sangat ingin menambah
daftar teman dalam hidupku, bisa bertemu kalian, dan bisa memiliki cerita
bersama sebagai kisah klasik untuk masa depan.
Empat jam berlalu dengan sangat cepat, konser yang
berlangsung selama satu jam telah usai dan memaksa kami untuk berpisah. Padahal
aku belum merasa puas bercanda dengan mereka, padahal aku masih ingin mendengar
banyak cerita dari mereka, padahal aku masih ingin bersama mereka, padahal aku
masih rindu pada mereka. Jika saja ini bukan Jogja, sudah pasti selesai konser
kami akan menunggui sheila on 7 di depan hotel. Andai saja ini bukan Jogja,
sudah pasti masih ada waktu untuk berhahahihi dengan Sheilagank. Andai saja ini
bukan Jogja, sudah pasti rasa rindu itu akan tersaur sebelum fajar. Tapi ini
adalah Jogja... Jogja... Jogja.
Setelah berjabat tangan pertanda perpisahan, kami seolah
kembali pada dunia maya untuk saling menyapa. Komunikasi dengan dunia maya,
berbagi kabar lewat maya, ekspresi kegembiraan, kesedihan, kemarahan,
kejengkelan, terintrepretasikan lewat emoticon yang ada. Ya, kami kembali
diantara dunia nyata dan maya.
Mungkin diriku masih ingin bersama kalian, mungkin jiwaku
masih ingin bersama kalian. “Prima, Mbak Tari, Imam, Antopeong, Rita, Mas
Arlan, Fatkur dan yayanknya, Tri hendi, Dar, Erwin, Gita, Shafar, Murni, Wawan,
Yatmo, Septian, Mbak Puri, Prima, Mas Tama, Mbak Ratna dan suami, Mas Irsam,
Udin, Edy Jack, Tyas, Ningnong, dan tiga laki-laki yang aku lupa namanya, Ian, Yulvan,
Cipto, Mbak Atin, Gigih, Lisa, Aji, Mas Alwi, Aya, dan Vivi”. Beberapa nama
yang tidak tercantum di sini mungkin memang kita belum berkenalan dan belum
pernah punya cerita bersama.
*Boleh protes.
Terima kasih. Yogyakarta, 14 Desember 2014. 15.07
0 komentar:
Posting Komentar