PERNAK PERNIK KONSER SHEILA ON 7, 13 DESEMBER 2014.

Kusajikan cerita dalam tiga babak. Area Opening, Area Sheila on 7, dan Area Sheilagank. Pada masing-masing area sudah kuberi peringatan gak penting, sangat penting, dan penting. Jadi, aku sarankan untuk melewati yang tidak penting dan baca saja yang sangat penting. Selamat membaca.

>>>> Area Opening (gak penting)
Ini adalah konser keXX yang penah kutonton. Akhirnya kembali lagi mengunjungi GOR UNY setelah sekitar dua tahun tidak ke tempat ini untuk menonton konser dan dua kali membatalkan diri untuk bersenang-senang dengan kawanan Sheilagank. Ketika waktu menunjukkan pukul 19.00, suasana masih sepi, mungkin karena memang masih jam tujuh. Tapi antrean parkir cukup panjang meski tidak sampai keluar gerbang depan. Aku ada diantara mereka. Kulihat sekeliling ada banyak anak-anak yang mengenakan kaos merchandise Sheila on 7, yaps merekalah Sheilagank, namun sayang aku tak mengenali mereka. Selesai parkir aku menuju stand merchandise karena akan bertemu dengan kawan-kawan di sana untuk banyak urusan seperti pengambilan tiket, just say hello, beramah-tamah, dan jadi calo tiket.
Yang terakhir ini (jadi calo tiket). Jujur saja aku tak punya keahlian untuk urusan seperti ini, namun keadaan memaksaku. Ada lima tiket yang tersisa (sayang banget kan?), maka aku menuju loket untuk mencari mangsa. Loket terlihat sepi, padahal biasanya selalu dipenuhi antrean. Aku melihat tiga kakak-kakak yang sepertinya membutuhkan tiket, maka aku, Mbak Atin, dan Edy Jack pun menghampiri kakak-kakak itu. Aku berkata pada mereka bahwa aku jual tiket, namun mereka tidak percaya dan mungkin menganggap bahwa kami adalah calo. Aku pun bersumpah-sumpah di hadapan mereka dan mengatakan bahwa aku anak Sheilagank, ada beberapa temanku yang batal menonton jadi tiketnya sisa. Kakak-kakak itu pun percaya dan mau membeli tiketnya tiga. Baik, sukses terjual tiga, yang dua entahlah bagaimana nasibnya, karena aku harus berlari ke lain tempat untuk mengurus anak yang lain.
Satu, dua, tiga, empat, lima, enam, sebelas anak sudah kutemui untuk mengambil tiket dan dua puluh sembilan tiket di tanganku sudah berada pada pemilik sahnya. Tersisa dua tiket, satu untukku dan untuk si Udin satu. Jam sudah menunjukan pukul delapan lewat, tapi dia belum nongol. Teman-teman Sheilagank Solo Pandawa Lima sudah masuk ke GOR. Aku masih menunggunya beberapa saat, lalu ada SMS dari Udin bahwa aku disuruh masuk dahulu, karena motornya macet di jalan.
Sebelum masuk ke dalam kami tentu harus melewati proses pemerikasaan. Berdua saja dengan Mbak Puri, kami masuk dengan lancar tanpa mengantre karena jam ramai sudah lewat. Namun, ada satu insiden di sini. Aku dan Mbak Puri sempat terlibat debat sengit sekitar tiga menit. Begini cuplikannya.
Salah satu kakak panitia bertanya “Bawa kamera gak, Kak?”,
“Bawa” jawabku
“Kalau begitu, kamera tidak boleh dibawa, Kak”
“Hah? Kenapa?”
“Peraturannya gitu, Kak”
“Iya tapi kenapa?”
“Peraturannya gitu, Kak, ya kami menurut”
“Iya, tapi kenapa harus ada alasannya dong”
“Kak, kalau mau kameranya bisa ditipkan ke panitia atau ditaruh dalam jok motor saja, pokoknya kamera itu gak boleh dibawa”
“Motorku parkir jauh, ogah kalau harus jalan ke sana, kalau dititipin panitia hilang siapa yang mau tanggung jawab?”
“Maka dari itu, Kak, ditaruh jok saja”
“Emang kenapa sih gak boleh dibawa masuk, gak aku pake motret kok, kameraku ini jelek kalau buat motret di kondisi kurang cahaya”
“Ya pokoknya gak boleh dibawa, Kak”
Mungkin karena tak sanggup meladeniku, kakak satu ini memanggil partnernya. Debat sengit masih berlanjut dan aku masih ngeyel. Kakak dua angkat tangan dan memanggil kakak tiga. Debat masih berlangsung.
“Kenapa gak boleh dibawa masuk kalaupun hilang aku yang tanggung jawab, asalkan dia bisa kubawa masuk, daripada harus kutitipkan dan nanti kenapa-kenapa?”
“Kak, blitsnya itu mengganggu”
“Gak aku pake motret di dalem, sumpah” Ini kali kedua aku bersumpah pada malam itu. Lagipula memang aku jarang motret konser karena kameraku buruk hasilnya jika dalam keadaan kurang cahaya.
“Gak bisa, Kak, gak boleh pokoknya gak boleh”
Aku lelah berdebat dengan mereka, aku terdiam, lalu keluar karena tak tahan. Sampai di luar otak kancilku mulai berpikir, mencari cara agar aku dan kameraku bisa masuk. Taraaaam... dapat ide cemerlang. Jadi, pssssstttt.... (rahasia, buat yang pengen tau bisa inbox). Akhirnya aku, Mbak Puri, dan si kamera masuk. Yes, puaaaaaasssss..... bahagia..... gembira bisa ngancilin panitia. :P
Aneh juga sih kalau ada peraturan seperti ini, gak boleh motret karena blits mengganggu. Kalau itu alasannya bikin aja peraturan boleh motret tapi blits dimatikan. Lagipula, memotret panggung dengan bantuan blits itu hasilnya jelek, karena cahaya panggung dan blits bertabrakan. Andaipun gak boleh motret, apa kabarnya dengan handphone berkamera? Peraturan seperti ini menurutku sangat tidak fair, mencederai hati penonton yang ingin mengabadikan momen bahagia bersama idola.
Setelah itu, masuklah aku ke dalam dan bergabung dengan gerombolan SGPL.

>>>> Area Sheila on 7 (sangat penting)
Konser kali ini berbeda dari beberapa konser yang telah kutonton. Beberapa hal yang membedakannya yaitu pertama jam manggung, kedua lagu yang dibawakan, ketiga sheila on 7 bukan satu-satunya guest star malam itu, dan keempat suasana konser. Mari diulas satu persatu.
Pertama jam manggung, jika biasanya sheila on 7 tampil di atas jam 22.00 kali ini mereka manggung jam 21.00. Ada dampak positif dan negatif konser dimulai jam 21.00, positif adalah untuk teman-teman yang jarak rumahnya jauh dari Jogja alias Sheilagank luar kota bisa lebih awal pulang sehingga tidak larut pagi. Negatifnya adalah, untuk mereka yang mungkin jadwal kerjanya hingga jam 21.00 tidak punya kesempatan untuk menikmati lagu sheila on 7 secara live malam itu. Salah satu korban yang terkena akibat negatif itu adalah si Udin, yaps, dia datang ke TKP jam 21.45, hanya kebagian dua lagu terakhir.
Kedua, lagu yang dibawakan. Mengejutkan, adalah ketika sang maestro, gitaris andalan Eross Candra mengganti gitar elektrik dengan gitar akustik dan mulai memainkan intro Radio. Mungkin ini kali pertama aku mendengar lagu Radio dibawakan secara akustik. Jika biasanya Radio dimainkan dengan tempo keras dan membuat jingkrak-jingkrak, irama akustik yang kalem ini menggoda untuk bergoyang. Sesuatu hal yang asik, aku selalu suka dengan inovasi yang mereka berikan ketika konser, tidak memainkan musik yang itu melulu, seolah tak ada bedanya menonton konser kemarin dan esok hari. Juga seperti halnya kasus lagu Terima Kasih Bijaksana yang dibawakan dengan tempo kalem dan sangat berbeda dari segi musik dengan rekaman asli. Hal-hal seperti inilah yang asik dan membuatku tak bosan tak jemu tak jera tak kapok untuk datang lagi mengeluarkan uang untuk tiket lagi meluangkan waktu untuk bernyanyi lagi berdesak-desakan dengan banyak orang lagi, demi sebuah suguhan yang mengejutkan.
Selain lagu Radio yang dibawakan secara akustik, kejutan berikutnya adalah. Eng i eng... apa yaa?? Kasih tahu gak yaa?? Emm... sebenarnya ini bukan rahasia, jadi untuk apa aku merahasiakannya?? Tapi karena suatu hal dan menyangkut kepentingan orang banyak maka aku harus merahasiakannya. Maaf ya.. 
Hahahaaa.... gak kok bercanda ceman-ceman.. hal yang membuat konser ini BEDA adalah, kau tahu ... kau tahu rasaku juga rasamu.. uhuuu... yaps... Lapang Dada dinyanyikan. Aku yang sedang berada di luar GOR waktu itu karena lagi-lagi masih bersangkut paut dengan si Udin (ngurusin bocah yang satu ini nih), mendengar dari luar koor penonton yang menyanyikan lagu ini. Menakjubkan, mereka sudah hafal lagu tersebut, padahal baru satu bulan rilis di radio dan baru tiga hari video klipnya lanching di youtube. Tapi ngomong-ngomong, tidak cuma Lapang Dada yang dibawakan, Satu Langkah ciptaan  Eross, dan Buka Mata Buka Telinga ciptaan Duta juga dinyanyikan.
Pada kesempatan kali ini tak lupa Duta menyapa para penonton dengan gayanya yang khas dan di sela-sela sapaannya ia mengatakan bahwa kalau kemarin-kemarin, di show sheila on 7, kami janji-janji album akan rilis sekarang albumya sudah rilis. “Wooooooooooo” teriak para penonton membalas ucapannya.
Ini list lagu yang dinyanyikan dalam konser semalam ===> Betapa, Seberapa Pantas, Mudah Saja, Sahabat Sejati, Radio (akustik), Sebuah Kisah Klasik, Melompat Lebih Tinggi, Lapang Dada, My Lovely, Buka Mata Buka Telinga, Pria kesepian, sisanya aku lupa.  
The next alias selanjutnya. Hal ketiga yang membuat konser kali ini BEDA adalah, tidak hanya Sheila on 7 yang menjadi guest star, tapi ada Jikustik dan Kotak yang meramaikan GOR UNY malam itu. penampilan pertama adalah Jikustik, disusul sheila on 7, dan terakhir kotak. Semua kebagian jatah main satu jam. Maka karena hal itulah penonton yang datang bukan hanya Sheilagank namun ada kerabat kotak dan fans jikustik (jenenge opo to? Ramudeng nde). Meski berbeda aliran tak ada kericuhan terjadi, semua berjalan lancar, damai, dan saling menghormati. Bahkan ketika aku akan pulang, ada salah satu kerabat kotak yang menyapa dan mengatakan “Salam” sambil melambaikan tangannya. Aku membalas dengan lambaian tangan lalu melesat dengan motor pelan.
Suasana konser. Hal yang menjadi bagian terakhir dari ulasan konser semalam pun sayang untuk dilewatkan. Maka, penting gak penting luangkanlah waktu untuk menyimaknya.
Suasana konser kali ini menurutku sepi. Kursi tribun maupun VIP banyak yang kosong, begitu juga dengan festival yang tidak sepadat dua tahun lalu. Beberapa hal yang dapat menjadi penyebabnya menurutku pertama guest star, kedua harga tiket, dan ketiga publikasi. Jika sebelum pertunjukan aku mengira bahwa suasana akan sangat ramai, lebih ramai dari biasanya, semalam yang terjadi adalah sebaliknya. Karena jika dipikir dengan logika, ada tiga band yang perform di mana masing-masing band pasti memiliki penggemar yang banyak dan pasti datang. Tentu itu akan membuat penuh sesak GOR UNY. Memang hari adalah misteri yang tidak bisa dipastikan, prediksi pun berpotensi meleset.
Faktor kedua, harga tiket bisa memengaruhi minat penonton, jika biasanya harga tiket presale untuk festival adalah 20.000-35.000 ribu, maka kemarin harganya di atas harga biasa yaitu 40.000. Sedangkan tiket kelas tribun 60.000 dan VIP 80.000. Sementara untuk on the spot festival 60.000, tribun 80.000, dan VIP 125.000. Mungkin bagi sebagian orang yang memiliki tingkat pengeluaran cukup tinggi harga bukanlah masalah demi sang idola, tetapi bagi pelajar harga tentu menjadi faktor yang sangat penting untuk mengambil keputusan. 
Faktor terakhir adalah publikasi. Beberapa kali aku mengecek timeline twitter #infojogja atau radio, dan sejenisnya aku sama sekali tidak menjumpai tweet tentang konser ini. Begitu pun di jalan-jalan, tak ada spanduk, poster, atau baliho iklan konser tersebut. Kurangnya publikasi pun bisa menjadi penyebab kurangnya kesadaran masyarakat yang berimbas pada sepinya penonton. ‘Sepi’ di sini tentu diartikan sepi jika dibandingkan dengan konser serupa beberapa waktu lalu di GOR UNY.
Well, bagaimanapun keadaan dan situasi konser semalam, bagiku tetap menyenangkan. Meski jujur saja aku belum puas, mungkin akan merasa puas jika mereka membawakan 30 lagu. Hahaa... namun, kejutan-kejutan lagu baru itu cukup membuat rindu semakin rindu. *bukan semakin terobati. Semoga kita bisa berjumpa di lain kesempatan. Amin.

>>>> area Sheilagank (penting)


Jika menonton konser sheila on 7 otomatis akan berjumpa dengan backup singer sheila on 7, si Sheilagank. Ini menjadi kesenangan tersendiri, karena hanya jika ada konser sheila on 7 Sheilagank dari berbagai daerah bisa berjumpa di dunia nyata. Jauh-jauh hari sebelumnya tentu sudah terjadi komunikasi akan menonton bersama mereka.
Aku koar-koar di facebook untuk urusan tiket, dan syukurlah ada Gigih yang baik hati yang pada seketika itu juga menginbox facebookku dan bersedia untuk membelikan tiket. Awalnya aku memesan dua tiket, untukku dan Mbak Atin. Namun aku tiba-tiba kepikiran dengan teman Sheilagank Solo Pandawa Lima. Aku pun mengabari mereka hasilnya dari dua tiket yang kupesan berganda menjadi 31 tiket. Oke, 31 tiket festival dipesan dan dibayar lewat transfer tunai fix selesai.
Akhirnya, bisa bertemu dengan Sheilagank. Adalah menjadi suatu yang menyenangkan bisa berjumpa dengan mereka kembali, beberapa bulan hidup di luar Jawa Tengah membuat rindu yang teramat dalam menyelimuti kalbu. Komunikasi yang hanya bisa dilakukan lewat maya memang menguatkan ikatan emosional dan menimbulkan perasaan rindu. Ya, kali ini aku merasakan diriku yang sangat merindukan mereka. Sebuah perasaan yang manusiawi dan normal sebagai manusia. Ada rasa bahagia yang hinggap ketika satu persatu teman yang kukenal dapat kujabat tangannya, kupandang wajahnya, kudengar suaranya, dan kulihat tawanya. Maka jangan heran jika melihatku terus tersenyum ketika bertemu dengan mereka, itu adalah ekspresi wajah bahagia.  


Tiba-tiba saja aku teringat pada teman-teman Sheilagank Jogja yang dulu kukenal dan selalu kutemui ketika ada konser seperti Toni, Kiki, dan Jova, yang belakangan sangat jarang bahkan tidak pernah kujumpai lagi. Namun, ada teman-teman Sheilagank Jogja lain yang seolah menggantikan mereka atau sebutlah sebagai regenerasi. Aji, Aya, Gigih, Mas Alwi, Karlan. Dari sini aku semakin ingin menambah teman dan terus memperbaruinya. Tak hanya untuk Sheilagank Jogja, Sheilagank kota lain pun aku sangat ingin menambah daftar teman dalam hidupku, bisa bertemu kalian, dan bisa memiliki cerita bersama sebagai kisah klasik untuk masa depan.
Empat jam berlalu dengan sangat cepat, konser yang berlangsung selama satu jam telah usai dan memaksa kami untuk berpisah. Padahal aku belum merasa puas bercanda dengan mereka, padahal aku masih ingin mendengar banyak cerita dari mereka, padahal aku masih ingin bersama mereka, padahal aku masih rindu pada mereka. Jika saja ini bukan Jogja, sudah pasti selesai konser kami akan menunggui sheila on 7 di depan hotel. Andai saja ini bukan Jogja, sudah pasti masih ada waktu untuk berhahahihi dengan Sheilagank. Andai saja ini bukan Jogja, sudah pasti rasa rindu itu akan tersaur sebelum fajar. Tapi ini adalah Jogja... Jogja... Jogja.

Setelah berjabat tangan pertanda perpisahan, kami seolah kembali pada dunia maya untuk saling menyapa. Komunikasi dengan dunia maya, berbagi kabar lewat maya, ekspresi kegembiraan, kesedihan, kemarahan, kejengkelan, terintrepretasikan lewat emoticon yang ada. Ya, kami kembali diantara dunia nyata dan maya.
Mungkin diriku masih ingin bersama kalian, mungkin jiwaku masih ingin bersama kalian. “Prima, Mbak Tari, Imam, Antopeong, Rita, Mas Arlan, Fatkur dan yayanknya, Tri hendi, Dar, Erwin, Gita, Shafar, Murni, Wawan, Yatmo, Septian, Mbak Puri, Prima, Mas Tama, Mbak Ratna dan suami, Mas Irsam, Udin, Edy Jack, Tyas, Ningnong, dan tiga laki-laki yang aku lupa namanya, Ian, Yulvan, Cipto, Mbak Atin, Gigih, Lisa, Aji, Mas Alwi, Aya, dan Vivi”. Beberapa nama yang tidak tercantum di sini mungkin memang kita belum berkenalan dan belum pernah punya cerita bersama.
 *Boleh protes.

Terima kasih. Yogyakarta, 14 Desember 2014. 15.07

0 komentar:

Posting Komentar

Niken Ayu. Diberdayakan oleh Blogger.