Menang Kuis Dapet Tiket Gratis

Hallo, kayanya ini cerita pertama di bulan Desember. Kali ini aku mau sedikit berbagi cerita soal gimana aku bisa dapet tiket gratis konser Sepenuh Cinta. Beginilah ceritanya gaes..

Di suatu malam, sekitar pukul 20.00 seperti biasa di ruang latihan dan di sela-sela break latihan aku membuka gadget dan secara tidak sengaja mendownload foto yang dishare oleh Udin di grup whatsapp Dolan Terus Sheilagank. Aku yang biasanya paling males download foto entah mengapa malam itu seperti ada yang menggerakkan untuk mendownloadnya. Dari situ aku membaca bahwa di grup facebook sheilagank indonesia sedang berlangsung kuis berhadiah konser sheila on 7 23 Desember.

Tanpa basa basi aku langsung membuka akun facebookku dan ikut menjawab kuis yang terposting. Pertanyaannya gak susah, cukup menceritakan pengalaman seru bersama sheila on 7 dan harapan terbesar untuk mereka. Aku gerakkan jariku untuk menjawab kuis. Entah suara dari mana yang berbisik lirih kala itu, memilih pengalaman pertama kali bertemu sheila on 7 sebagai pengalaman paling berkesan. Aku menuliskannya dengan sangat enjoy dan tanpa dibuat-buat untuk jadi bagus. So, aku menceritakannya dengan begitu saja seperti aku menuliskan cerita ini. Di akhir cerita, aku tuliskan bahwa aku pengen duet sama mereka dengan biolaku. Entah siapa pula yang menyuruhku untuk menceritakan ini tapi kurasa biarlah banyak orang tahu dan siapa tahu malaikat mengamini doa mereka agar mimpiku itu terwujud.

Pulang dari kantor rasanya deg degan, bakal dapet gak ya tiket gratis itu. Hatiku merasa optimis menang tapi di lain sisi juga merasa tak yakin. Dan akhirnya............

Tadaaa.... seperti yang telah dijanjikan pemenang kuis akan diumumkan tanggal 07 Des selepas maghrib. Kubuka kembali akun facebookku dan namaku terpampang sebagai pemenang... Yeeeaaahhhhhh... teriakku dalam kamar. Bahagia sudah tentu itu yang kurasa.  Akhirnya kerinduanku pada sheila on 7 akan terobati. Jujur saja, aku sudah lama tidak menonton konser sheila on 7. Dan kali ini aku bisa menonton secara gratis tis tiiiissss!!!! Itu adalah hal yang cukup menggembirakan dalam hidup.

Sudah kubilang kan? Kalau ditakdirin ketemu pasti bakal ketemu entah bagaimana caranya. Well, tinggal nunggu hingga saat yang ditentukan datang. Lepaskan semua rindumu pada sheila on 7 dan pada sheilagank. Sampai jumpa tanggal 23 Desember di Grand Pasific Hall lagi. Yeaahhh.... Berteriaklah sekeras kerasnya, lupakan sejenak semua permasalahan hidup. Mari kita melompat lebih tinggi.


Yogyakarta, 9 Desember 2016.
Niken Ayu.



Berawal Dari Sheila On 7




“Banyak ya yang udah kita lewati?” tiba-tiba suara itu muncul.

“Gak nyangka bisa sejauh ini” ia meneruskan. “Dari yang awalnya cuma pengen ngenalin satu sama lain, tapi ternyata bisa lebih dari itu. Jadi impian itu terwujud” ia masih mengomel. “Berawal di Dieng, bisa juga sampai di Candi Cetho. Banyak yang udah kita lewati, juga pernah ada yang lagi sakit keras dan bener-bener gak bisa ikut kumpul ataupun dolan selama berbulan bulan, kali ini terlihat sehat, bugar, ceria, dan tentu saja koplak. Ada juga yang tiap kali mau ikut dolan harus menempuh perjalanan selama 7 jam, sampai sekarang mereka masih mau melakukan hal yang sama. Juga ada yang rela mengendarai motor sendiri, menempuh perjalanan 3-5 jam, tapi tetap semangat melewati itu. Ada pula yang mesti pusing memikirkan ini itu agar acara terlaksana, padahal dia juga punya segambreng PR, tapi tetap saja mau susah-susah, meluangkan waktu demi bisa ketawa bareng, gila bareng, bahagia bareng. Intinya, mereka masih seru hingga detik ini dan detik detik di kemudan hari.

Hati dan Kata Hati

Ada banyak kata yang melayang setiap hari. Terbang membumbung ke langit luas begitu bebas. Kata itu kadang berupa kalimat panjang, kadang berupa nasehat, kadang hanya ungkapan kekesalan, kadang kenangan, kadang tentang mimpi yang tak tergapai, kadang tentang masa depan yang tak pasti, kadang soal cinta, kadang tentang tenangnya hidup, dan kadang tentang perasaan. Semuanya muncul begitu saja tanpa kutahu pasti siapa yang memanggilnya. 

Kata itu seolah memang seperti omong kosong. Juga tiba-tiba menghilang dan tak mampu diingat lagi. Ketika satu kata hilang kata yang lain segera menggantikan dengan caranya sendiri.Ya, kata itu ada di hati kita. Itulah suara hati. Ada namun tiada. Nyata namun tak tampak. 

Hati, begitu sering ia bergeming. Begitu sering ia menasehati. Begitu sering ia merasa lelah. Hati terkadang kuat dan terkadang lemah. Namun di saat ia kuat, ia belum tentu mampu menerobos hati lain seperti yang terpikirkan. Pun saat hati lemah belum tentu ia benar-benar jatuh. Hati yang lemah masih menyimpan kekuatannya, hati yang kuat juga masih menyembunyikan kelemahannya. 

Di dalam hati terkadang menjadi pertengkaran. Apakah ini iya atau tidak, benar atau salah. Dan hatimu terus saja berbicara meski tak ada satupun yang mendengar. Kurasa, didengar atau tidak itu bukan perkara penting. Hati akan selalu mengoceh dengan sekehendaknya sendiri. Ia akan selalu demikian dan tak satu setanpun tahu kapan hati berhenti berbicara?

Itulah kata hati dan hati. Kau ingin menambahkannya? Silahkan saja. 

Kita tak sedang berdebat, jadi kau tak perlu setuju atau menentang. Aku juga tak sedang berpidato, jadi kau tak perlu mentah-mentah menelannya. Kita juga tak sedang berdiskusi jadi kau tak perlu susah-susah menyampaikan pikiranmu. Aku juga tak sedang berdakwah, jadi kau tak perlu mempercayai. 

Yogyakarta,  23 Oktober 2016. 
Niken Ayu

Q & A Violin



Hei yaa heiyaaa... anyway, aku lagi dengerin album 07 Des lagu Bapak-bapak saat aku menuliskan cerita ini di balkon kamar kos. Okey, karena beberapa temen dan fans gue bertanya-tanya kenapa sih aku sekarang mainan biola, berikut ini akan aku paparin secara gamblang asal muasal aku bisa memutuskan untuk bermain biola. 

Q : kenapa sih sekarang jadi mainan biola? 

A : hehe, sebenernya aku udah suka sama alat musik yang satu ini sejak lama, hitungah sejak di bangku kuliah. Tapi waktu kuliah, yah namanya juga anak kuliahan, mana sempet buat main biola. Hari-hariku udah disibukin banget sama tugas kuliah dan organisasi. Dari segi waktu emang belom ada waktu dan dari segi dana juga belum mencukupi buat memiliki biola plus bayar guru. 

Q : terus gimana ceritanya bisa mutusin buat main biola? 

A : oke, sekarang ceritanya kan aku udah berpenghasilan yang cukup. Cukup buat bayar kos, makan, dan ada sedikit sisa yang bisa ditabung. Dari kecukupan dana itulah aku memutuskan untuk beli biola dan les. Emang sih rasanya telat, tapi pepatah bijak bilang ‘Gak ada kata terlambat buat belajar’. Aku yang seusia ini harus mulai dari nol banget buat main biola. Lagipula waktuku juga cukup buat belajar. Sepulang kerja aku selalu latihan dan weekend juga terus latihan. Pokoknya latihan udah kaya makan. Udah jadi kebutuhan. 

Senyummu Kala Itu

source : google.com
Meski berkali-kali jatuh cinta, aku tak pernah berhasil menuliskan cerita romance. Begitu juga dengan “Senyummu Kala Itu” yang hanya berhenti di prolog :

Jingga. Itu bukan namamu.

Bulan di atas sana, masih saja manis. Aku tak perlu berdiri tinggi-tinggi agar menikmatinya, ia terlihat dari balik jendela kamarku. Aku melihatnya seperti melihat senyummu kala itu. Mata yang bersinar yang begitu.. ahhh.. habis sudah kata-kataku untuk menggambarkan keindahanmu. Aku tak mau pedulikan apapun malam ini. Lonceng-lonceng di luar sana. Hingar bingar jalan. Juga orang-orang yang berteriak “maling maling”, aku tak peduli. Kegaduhan itu, tak ada urusan denganku.

Nothing Gonna Change My Love For You masih melantun. Jika Michael Masser dan Gerry Goffin mengambarkan cinta seperti bintang penuntun dalam lagu itu, aku pun menggambarkanmu seperti nada yang tiap kali kudengar saat malam tiba mampu memberikan kedamaian. Lagu memangbisa membawa kita pada berbagai suasana, terkadang kuat laksana karang terkadang lemah seperti embun.

Bulan semakin tinggi. Sebentar lagi menghilang dari pandanganku. Seperti kau yang perlahan menghilang dari pandanganku kala itu. Berpamitan pulang karena hari akan semakin gelap. Namun senyummu masih tersimpan, terjaga, seperti kau menjaga kotak maroon pemberianku. Kotak yang hanya berisi sebaris puisi yang kubuat setelah aku berjumpa denganmu 110 hari yang lalu. Senyummu itu masih senyum yang dulu. Mata yang masih memancarkan sinarnya, teduh namun menyimpan banyak kepahitan. Orang-orang masih gaduh. Semakin ramai. Tidak lagi tiga orang yang mengejar maling itu, tapi sekampung. Apa yang dicuri? Mungkin ayam atau kambing. Entah. Aku tak peduli. Jalanan pun masih ramai. Kulihat jam dindingku menunjukkan pukul 23.00, tapi jalanan ini tak pernah mati. Apa yang mereka lakukan malam-malam begini? Mungkin membeli obat nyamuk, pulang dari pesta, atau hanya mencari udara. Entah. Aku tak peduli.

You’re Still the One Shania Twain digantikan Heaven Bryan Adams.Kata orang ini lagu romantis. Aku tak tahu haruskah aku percaya pada kata orang-orang itu atau membiarkannya berlalu. Tapi aku percaya bahwa setiap lagu dibuat dengan sepenuh hati. Dan lagu-lagu itu selalu menyimpan cerita dari pembuatnya, terkadang manis terkadang tragis. Begitupun lagu-lagu romantis yang takkan lepas dari cerita orang-orang yang mendewa-dewakan cinta.

Bulan menghilang dari pandanganku. Benar-benar menghilang. Tapi senyummu bukan cahaya bulan karena ia masih bersamaku di sini. Senyum yang selalu meneduhkan tiap kali terbayang. Aku suka mengenang senyummu, sangat suka. Ia begitu mendamaikan jiwaku.

Kututup jendela kamarku juga kelambu-kelambunya. Kau bilang : angin malam itu tak sehat, begadang juga tak baik. Tapi siapa suruh senyummu datang malam-malam begini? Memaksaku menuliskan kata demi kata demi menggambarkan senyummu kala itu. Namun aku gagal. Senyummu tak terdefinisikan oleh kata. Biarpun aku telah membaca tumpukan puisi dan mendengar ribuan lagu paling romantis di dunia, itu tak cukup membantuku menterjemahkan senyummu kala itu.

Kenangan  memang seperti angin. Datang dan pergi tanpa seorang tahu kapan waktu itu? Terkadang datang begitu deras meski kita tak mengingatnya, terkadang samar meski kita telah berusaha keras mengingatnya. Maling itu sudah tertangkap. Ia mencuri sekarung beras. Huh, maling kere. Jalanan sudah sepi. Kegaduhan perlahan hening. Sepi tanpa suara. Hanya terdengar jam dinding di kamar ini. Lagu-lagu yang menemaniku seolah beristirahat. Senyummu kala itu tak berhasil kuterjemahkan dengan kata. 

Yogyakarta, 14 September 2016. 115

Menyaksikan Kematian (Lagi)

Tak tahu harus memulai dari mana cerita ini. Rasanya pilu, hidup sungguh pilu. Betapa kematian itu pilu, menyakitkan.

Niken ikhlas Tuhan, aku tahu Kaulah penguasa atas segala yang terjadi di dunia ini. Manusia dan segala isinya adalah milikMu. Maka kepada-Mulah kami kembali.

Hanya rasanya, pilu.
Bulekku Kau panggil ke pangkuanMu. Paklekku telah lebih dulu Kau panggil. Dua adik sepupuku ini, bagaimana melanjutkan hidupnya? Ah yaa.. Tapi aku percaya, segala rencanaMu pastilah telah Kau atur dengan rapi, melebihi praduga manusia.

Jumat, sekitar jam 10 pagi, sebuah pesan Whatsapp dari adik mengabarkan bahwa bulek kritis. Seketika itu yang ada di pikiranku adalah pulang ke Solo. Beberapa saat kemudian pakdhe menelpon, "Harapannya tinggal 20%" begitu kata dokter. Haruskah menyaksikan Kematian lagi? Itu yang ada di otakku.

Rencanaku pulang di hari Sabtu pun kumajukan, dan untuk yang pertama kalinya aku izin tak masuk les. Aku ceritakan hal ini pada teman kerjaku dan ia menyarankan untuk membeli tiket pramex saat istirahat. Alhamdulilah, jika biasanya antrean sangat panjang, kali ini aku membeli tiket tanpa antre. 15 menit berlalu, aku kembali ke kantor. Jam 1.30 aku menuju Loving Hut dan masih harus menyelesaikan pekerjaan. Jam 2.00 perjalanan pulang. Makan pun tak sempat. Syukurlah, pakbosku yang baik dan pengertian mau membungkuskan makanan untuk kumakan di kereta. Makanlah aku di kereta. "Jangan terlambat makan, kamu harus makan" begitu ujarku. Di atas kereta kumakan bekal + lauk dari Loving Hut yang dibelikan pakbos. Makasi banyak Mas Bob. :))
Jam 4 kereta tiba di stasiun Solo Balapan. Aku masih menunggu bus trans yang bisa mengangkutku ke Rumah Sakit dr. Oen.

Aku tertegun melihat kondisi bulekku. "Aku bakal kehilangan bulek" begitu bisik hatiku. Pesan Mbak Linda yang menyarankanku untuk membacakan surat yasin pun kulakukan. Katanya itu akan membantu, jika sembuh maka akan diberi kesembuhan. Tapi jika tidak akan dimudahkan jalannya. Jam 5.00 aku sholat ashar & membacakan surat yasin khususon bulekku. Kondisinya sangat parah, itulah sakaratul maut yang beberapa kali kusakaikan. Rasanya entah, mungkin sakit, sangat sakit. Bagaimana sebuah nyawa dicabut dari raga, tentu itu sakit, Tuhan. Kiranya dua jam yang kusaksikan sakaratul maut itu. Bibir dan hati bergantian membaca doa. Meminta agar dimudahkan jalannya. Setelah kubelai kaki bulekku sambil membaca ayat kursi berkali-kali, jam 19.10 pulanglah bulekku ke pangkuan Tuhan.
Innalilahi Wainnailaihirojiun. Semua adalah milik Allah dan kepadaNyalah semua kembali.

Surakarta, 22 Juli 2016.

Ketinggalan Kereta (Lagi)

Kapan sih kereta itu gak ninggalin aku?

Ini udah yang kesekian kali aku gagal naik pramex tepat waktu. Rasanya kesel banget. Marah sama diri sendiri. Kenapa kaya gini mesti terulang terus. Gak tau kenapa aku susah untuk manage waktu dengan segambreng kesibukan. :(

Kesel!!
Tiket langsung kuremas-remas dan buang ke tong sampah. Jengkelnya banget nget nget..

Lempuyangan, 16 Juli 2016.

Mudik Itu Bikin Galau

Lama gak blogging karena berbagai sebab, entah kenapa aku pengen tulis hal ini di blog ini. Rasanya sedih, bimbang, galau, nengokin web PT KAI dan kudapati fakta bahwa tiket kereta HABIS di tanggal-tanggal sebelum lebaran. Well, akupun galau mau mudik dengan mengendarai apa. Bus? Jarak Solo-Jember itu bukan cuma sejam dua jam tapi 10 jam. Bisa kan bayangin gimana rasanya di dalem kendaraan, terjebak macet ala mudik lebaran dan ramainya lalu lintas? Itu sangat sangat melelahkan. Aku memang tak suka kesepian, tapi lebih tak suka keramaian. Macet, itu aku tak suka.

Di samping itu, beberapa waktu lalu kuterima kabar bahwa ibu tak pulang ke Jember. Bulek juga sama. Lha terus, rumah sepi dong? Harus gini banget ya lebaran tahun ini?

Pengen marah tapi mau marah sama siapa? Keadaan?

Ada 2 opsi yang masih bisa diusahain biar aku tetep mudik, karena jujur aja Niken kangen rumah banget. Udah lama gak balik, terakhir ya pas mau ke Bali itu dan cuma sehari. So, terlepas dari balik enggaknya ortu, bulek, dan nanti bakal ketemu temen-temen apa enggak aku tetep ngusahain buat mudik. Meski kutahu perjalanan itu sangat sangat melelahkan.
Niken Ayu. Diberdayakan oleh Blogger.